Sabtu, 09 Maret 2013

Artikel Tunjangan Profesi Guru


Tunjangan Profesi Guru ( TPG ) cambuk  Peningkatan
 Profesionalisme Guru ( PPG )

”Berpedoman pada Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, undang-undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik S1/DIV kompetensi, dan sertifikat pendidik. Sehubungan dengan hal tersebut, Menteri Pendidikan Nasional menetapkan : 1) Peraturan nomor 18 tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio, 2) Peraturan nomor 40 tahun 2007  tentang sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan”.
Guru yang dikenal sebagai ”Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” menyambut dengan gembira undang-undang RI nomor 14 tahun tahun 2005 tentang guru dan dosen. Yang mana dalam isinya menyiratkan keberpihakkan pemerintah akan nasib guru yang selama ini mungkin kesejahteraannya belum memadai. Isi pokok dari undang-undang tersebut adalah tentang ”tunjangan profesi” bagi kaum pendidik, yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok. Akan tetapi untuk mendapatkan tunjangan profesi tersebut tidaklah segampang membalikkan telapak tangan, perlu kerja keras dan pengorbanan yang memadai untuk memperolehnya.
Kaum pendidik patut bersyukur dan berterima kasih kepada pemerintah negeri ini. Dari enam presiden yang sudah memimpin negeri ini ( Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati dan Susilo Bambang Yudoyono ), mungkin baru sekarang kaum pendidik betul-betul diperhatikan kesejahteraannya dengan sudah disahkan dan dilaksanakannya UU RI No. 14 tahun 2005 tersebut. Dampak yang timbul dari dilaksanakannya undang-undang tersebut adalah kepanikan dan kekagetan kaum pendidik untuk menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan syarat-syarat yang diwajibkan untuk memperoleh tunjangan profesi tersebut. Kebingungan dan kepanikan kaum pendidik ini terjadi diawal tahun pelaksanaannya yaitu tahun 2006, tetapi di tahun-tahun berikutnya kepanikan dan kebingungan ini sudah berkurang seiring dengan kesiapan kaum pendidik dalam memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Bagi guru-guru Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang rata-rata pendidikannya setingkat SPG, SGO, PGA, D1, D2 dan D3 mungkin agak sulit untuk memperoleh tunjangan profesi tersebut mengingat syarat minimal pendidikannya adalah sarjana (S1). Undang-undang no. 14 tahun 2005 setidaknya memberi motivasi bagi guru-guru SD dan SMP untuk melanjutkan pendidikannya ketingkat yang lebih tinggi, yaitu minimal meraih gelar sarjana (S1) agar dapat mengikuti tahap sertifikasi sehingga pada akhirnya memperoleh tunjangan profesi.
Pada tahun 2009,  Pemerintah telah memberikan kebijakan bagi guru SD dan SMP yang memiliki pendidikan SPG, SGO, PGA, D1, D2 dan D3 yang memiliki masa kerja 20 tahun atau lebih dibolehkan membuat portofolio untuk mengikuti sertifikasi sehingga nantinya diharapkan memperoleh tunjangan profesi guru ( TPG ).
Walaupun gelar kesarjanaan sudah diperoleh, tetapi masih banyak syarat-syarat yang lain yang harus dipenuhi oleh guru, sehingga dapat dikatakan lulus dari tahap seleksi sertifikasi agar memperoleh ”Sertifikat Pendidik” yang merupakan surat sakti untuk mengeluarkan atau mencairkan dana ”Tunjangan Profesi”. Dari empat kali seleksi yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah ( tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009) ternyata Permendiknas no. 18 tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio, yang sudah dilaksanakan dengan baik sedangkan Permendiknas no. 40 tahun 2007 belum terlaksana.
Dalam konteks sertifikasi guru, portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Dokumen ini terkait dengan unsur pengalaman, karya dan prestasi selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran. Keefektifan pelaksanaan peran sebagai agen pembelajaran tergantung pada tingkat kompetensi guru yang bersangkutan, yang mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Secara lebih spesifik dalam kaitan dengan sertifikasi guru, portofolio berfungsi sebagai : (1) wahana guru untuk menampilkan dan/atau membuktikan unjuk kerjanya yang meliputi produktivitas, kualitas dan relevansi melalui karya-karya utama dan pendukung, (2) informasi/data dalam memberikan pertimbangan tingkat kelayakan kompetensi seorang guru, bila dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, (3) dasar menentukan kelulusan seorang guru yang mengikuti sertifikasi (layak mendapat sertifikat pendidik atau belum), dan (4) dasar memberikan rekomendasi bagi peserta yang belum lulus untuk menentukan kegiatan lanjutan sebagai representasi kegiatan pembinaan dan pemberdayaan guru.
Penilaian portofolio guru adalah penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan rekam jejak prestasi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran, sebagai dasar untuk menentukan tingkat profesionalitas guru yang bersangkutan. Portofolio guru terdiri atas 10 komponen, yaitu : (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Langkah nyata yang harus dipersiapkan bagi seorang guru yang belum mendapat giliran sertifikasi, sehingga nanti setelah mendapat giliran tidak panik dan kebingungan adalah sebagai berikut : (1) Mengikuti berbagai seminar dan workshop. Hal ini dimaksudkan agar nilai dari komponen portofolio no. 2 dan 8 terpenuhi, sehingga nilai minimal yang disyaratkan dapat dicapai, (2) Aktif menjadi anggota/pengurus di berbagai organisasi pendidikan atau sosial. Misalnya seorang guru di masyarakat dapat dipilih menjadi klian Banjar, Bendesa Adat, Ketua BPD (Badan Perwakilan Desa),Ketua RT/RW, klian Dadia dan sebagainya sedangkan ditingkat organisasi profesi bisa menjadi Pengurus MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), Pengurus PGRI, Pengurus Komite Sekolah dan sebagainya. (3) Melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini diperuntukkan bagi guru yang belum memperoleh gelar sarjana (S1), sebagai syarat mutlak untuk dapat mengikuti sertifikasi. Dan (4) Membuat karya tulis ilmiah. Di dalam karya pengembangan profesi pada komponen portofolio, guru dituntut agar mampu berkarya, seperti penulisan artikel-artikel pada media massa, penulisan LKS, Modul untuk pembelajaran, buku dan penelitian tindakan kelas (PTK). Hal ini dimaksudkan agar seorang guru betul-betul profesional dalam melakoni profesinya.
Mengingat begitu banyaknya hal yang harus dipersiapkan dalam penyusunan dokumen portofolio oleh seorang guru, terutama guru-guru Sekolah Dasar dan Menengah yang pendidikannya rata-rata SPG, SGO, PGA, D2 PGSD dan D3, maka tidak mengherankan jika mereka nyeloteh bahwa ”Harga Sertifikat Pendidik” terlalu mahal buat mereka. Dan banyak diantara mereka tidak lagi berharap menerima ”tunjangan profesi” tersebut disebabkan oleh banyaknya syarat-syarat yang harus mereka penuhi, disamping itu juga umur mereka rata-rata sudah berkepala lima, yang keinginan untuk melanjutkan pendidikan ketingkat sarjana (S1) sudah berkurang.atau tidak ada sama sekali.
Bagi guru yang sudah mengikuti sertifikasi dan dinyatakan lulus serta tunjangan profesinya sudah cair, maka bagi mereka dituntut suatu kinerja yang lebih baik, yaitu mengajar 24 jam dalam seminggu dan nanti bila terbukti mereka mengajar kurang dari 24 jam dalam seminggu maka ”Sertifikat Pendidik” yang dikeluarkan Depdiknas akan dicabut dan guru bersangkutan akan kehilangan ”Tunjangan Profesi” untuk waktu yang tidak terbatas. Oleh karena itu kiranya guru yang sudah menikmati ”Tunjangan Profesi” patut bersyukur dan meningkatkan kinerja dan profesionalis- menya, serta memberi contoh tauladan bagi guru yang belum memperoleh ”Tunjangan Profesi”. Merupakan tugas dari pemerintah dalam hal ini Depdiknas Pusat, Depdiknas Provinsi maupun Depdiknas Kabupaten/Kota untuk mengawasi dan membimbing guru yang sudah memperoleh ” Tunjangan Profesi” untuk meningkatkan kinerja serta profesionalismenya sesuai dengan tuntutan tugas/kerja yang sudah ditentukan.
”Terpujilah Wahai Engkau Ibu Bapak Guru ”, begitulah penggalan syair lagu Hymne Guru yang selalu dinyanyikan setiap menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) PGRI setiap tahunnya yaitu tepatnya setiap tanggal 25 Nopember. Di hari yang berbahagia tersebut sepatutnya kaum pendidik (guru) mensyukuri segala perhatian dan peningkatan kesejahteraan yang telah diberikan oleh pemerintah. Setidaknya organisasi yang menaungi kaum pendidik, dalam hal ini Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) memberikan respon, apresiasi serta sikap nyata untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang lebih baik. Kegiatan nyata tersebut misalnya berupa penghargaan bagi guru-guru yang sudah memasuki masa purnabakti, memberikan beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan melakukan kegiatan sosial di masyarakat. Dengan adanya perhatian tersebut, ini menunjukkan bahwa kinerja dan profesionalisme guru sudah mulai mengalami peningkatan dan tentunya memiliki nilai lebih di mata masyarakat, bangsa dan negeri Indonesia tercinta.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda